WahYu HidayAti: Januari 2008

Rabu, 09 Januari 2008

namaQ beNernya bkn Arrca, Tapi Q plg Syuka nama niy...
ARrCa... lahIr di Yogya 12 Sptmber 87..
skarang umur lagi Jalan 21, tapi bLom gnep sih.. HEHeee....
aQ kul di Upn VeteraN yogyA jurusan KomunIKasi...
SekarNg lagi jalN smestEr 3 mau ke 4
impianQ selama Hidup, pengen banget Ke seoUl korea selatan..
minta DoanyA yaa....

Namaku Bias ( part 1 )

Namaku Bias
( Part 1 )

Namaku Bias dan aku cukup segar untuk ukuran anak baru lulus sekolah. Awalnya aku merasa aku adalah tuan putri dalam keluarga. Jelas saja, di keluargaku hanya ada dua anak yaitu aku dan kakak laki-lakiku, Arung. Tapi Arung kuliah di Bandung. Hampir seluruh kehidupanku aku tak pernah berpisah dengan keluarga. Tapi, di tahun ini semuanya bakal berubah. Ayah ingin aku kuliah di Bandung, kota tempat Arung menuntut ilmu. Aku kan cewek?! Kok harus sekolah jauh-jauh sih?! pikirku. Awalnya aku memang tidak sependapat dengan apa yang ayah mau. Tapi, mau bilang apa lagi. Sementara itu sekilas tentang kakakku, dia hanya selisih tiga tahun dariku tapi dengan badannya yang ala binaragawan malah membuatnya seolah sepuluh tahun lebih tua. Aku sendiri sampai sekarang tak mengerti kenapa aku dikirim ke tempat kakak. Yaa...bukannya aku tidak suka, hanya saja kadang agak was-was sama kepribadian kakakku yang tak terlalu kupahami. Maklum, kami sudah berpisah hampir tiga tahun karena dia harus kuliah juga di Bandung.
" Bias, apa semuanya sudah siap?" ku dengar suara ibuku dari luar kamar. Tanpa disuruh, ibu masuk ke kamarku hendak membantuku berbenah semua pakaian dan barang-barang yang harus aku bawa. Aku mengiyakan sejenak dan tersenyum pada ibu.
" Tenang saja.... Semua akan baik-baik saja. Di sana kamu harus jaga kesehatan ya?" ibuku lantas memelukku. Aku tau ibu sangat berat melepaskanku tapi, semuanya hanya demi aku sekarang. Aku sih nurut saja. Tiba-tiba suasana berganti. Ayahku datang dari balik pintu.
" Yuk kita berangkat,Bi?" ajak ayah.
" Iya.... Bias juga baru selesai beres-beres ko, Yah, " lantas aku mengikuti langkah ayahku. Bagiku ini hari terakhirku di rumah. Jauh-jauh hari aku sudah say goodbye sama teman-teman dekatku. Untung saja aku tak punya pacar, bisa repot nanti jadinya. Memikirkan hal itu saja sudah membuatku geli sendiri.
Ternyata perjalanan naik pesawat itu benar-benar nyaman, nyatanya aku bisa tidur pulas. Aku beranjak dari tempatku berdiri sekarang. Aku sudah ada di bandara Bandung. Beberapa orang tampak sedang menunggu penumpang yang mereka maksud. Kira-kira kakakku apa mau menungguku seperti itu? tanyaku pada diriku sendiri. Ayah bilang, kakak akan datang menjemputku. Dia berubah tidak ya? jadi penasaran juga. Satu per satu orang - orang yang menunggu penumpang datang tadi sudah berkurang. Tapi aku masih menunggu di kursi ruang tunggu. Wah...ternyata memang kakakku tidak berubah! cetusku dalam hati. Aku memutuskan ke toilet. Pada waktu tertentu wanita akan memilih toilet sebagai labuhan mereka, selain melakukan hal-hal yang umum, bisa juga para wanita menata make up, merapikan baju, mengganti tatanan rambut, dan memakai parfum. Tapi aku sendiri hanya ingin bercermin. Apa mukaku layak dilihat oleh orang-orang di luar sana, maklum aku memang merasa sangat lelah. Sekembalinya aku dari toilet, kulihat laki-laki seumuranku asyik duduk di kursiku. Huuhh!!! Cuma ditinggal sebentar saja kok langsung diserobot orang.
'" Heii...," kataku padanya. Aku tepat berdiri di hadapannya. Pelan-pelan dia mengangkat kepalanya dan melihatku.
" Ya?" jawab cowok itu setengah bertanya. Aku menunjuk agak ke bawah, ke arah kursi yang sedang di dudukinya. Namun tampaknya dia tetap tak paham.
" Apa?" cowok itu bertanya lagi. Aku jadi jengkel. Jengkel menunggu kakakku yang tak juga datang, eh...ditambah lagi cowok aneh ini.
" K-U-R-S-I!! itu kursiku, aku tadi duduk di situ. Tolong dong terapkan ladies first," kataku. Kata-kata kursi pun ku eja dengan jelas. Biar tuh orang tidak bertanya ya dan apa lagi. Dia lantas paham dan bergeser ke kursi sebelah. Tapi, sebelum aku duduk kulihat kejauhan kakakku datang. Awalnya sih nampak biasa saja tapi semakin dekat gaya berpakaian dan seluruh penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki benar-benar keren. Cowok yang ada di sebelahku tadi juga ikut berdiri. Secara bersamaan aku dan cowok itu melangkah mendekati kak Arung.
" Aduh lamanya...!!" keluhku padanya. Kak Arung hanya tersenyum dan kemudian mengelus rambutku. Itu salah satu kebiasaanya. Kudengar dia minta maaf padaku karena terlambat datang.
" Oh ya, Bi, kenalin ini temanku, namanya Ragil," Oh, ternyata cowok yang tadi di sebelahku adalah teman kakak.
" Aku tadi minta tolong sama Ragil buat jemput kamu. Setidaknya jaga-jaga kalau aku memang bakalan telat lama," kata kak Arung. Aku masih agak manyun tapi dia langsung merangkulku dan memencet-mencet hidungku.
" AAAHHHH...!!!kakak, jangan dipencet!! Sakit tau!!" seruku agak manja. Kami bertiga melangkahkan kaki keluar bandara. Ragil membawakan tasku. Dia tak banyak bicara padaku. Aku sih mana tau dia memang pendiam atau karena baru pertama kali bertemu denganku. Grogi mungkin, batinku. Mobil sedan BMW hitam sudah menanti di pintu keluar bandara. Jelas itu punya kak Arung. Sudah dari dulu dia ingin punya mobil BMW dan dengan pertarungan sengit antara ayah dan anak akhirnya ayah mau membelikan kakakku mobil impiannya. Yaa...pastinya dengan berbagai syarat yang berjibun. Kak Arung masih seceria dulu. Hampir sepanjang perjalanan kami dia mengajak bercanda bahkan tak jarang menggodaku dengan hal-hal yang konyol. Mati kutu rasanya. Ya gimana nggak, perbendaharaan kejelakanku dia tau banyak. Ragil, memegang kendali mobil kami. Kulihat dia juga tak bisa menahan tawa karena banyolan kakakku.
" TARAAA...!!! kita sampai nih!!" seru kakakku. Aku tak pernah melihat rumah yang ayah beli di Bandung, bagiku rumah ini cukup besar. Bahkan untuk kakakku ini terlalu luas. Huhh! Aku jadi mikir yang aneh-aneh. Ragil tetap menjadi pembawa tas dan koperku. Kadang agak aneh menyikapi sikap Ragil. Ragil malah mirip jadi anak buahnya kakak daripada temannya.
" Ragil!" Aku memanggilnya. Dia menoleh dan berkata ada apa. Aku menghampirinya dan membantu membawa beberapa tas. Tak ada salahnya membantu Ragil, toh semua barang-barang yang Ragil bawa adalah milikku.
" Biar aku bantu bawa, ya?" kataku padanya. Dia tak banyak bicara tapi senyumanya mungkin lebih segar. Yaa... anggap saja ini jalan awal agar aku bisa berteman dengan teman kakak juga.
" SELAMAT DATAAAANG...!!!" seruan yang cukup memekakan telinga saat aku masuk ke rumah itu. Di hadapanku ada dua orang laki-laki seumuran kakakku. Kakakku bergabung dengan dua orang itu. Ragil masih di sampingku dan kami saling berpandangan karena bingung.
" Kakak buat pesta segala, sih?!" kataku. Aku agak kaget. Jika ini pesta masak hanya beberapa orang saja mana semuanya laki-laki.
" Hayo!! Jangan-jangan kakak semalem pesta miras ya?makanya tuh temen cowok pada kumpul semua. Tapi memang ada yang aneh dengan gaya berpakaian teman-teman kakak. Satu orang di kanan kak Arung berbadan bagus mirip orang yang rajin fitness. Anehnya, dia memakai celemek berenda warna biru muda dengan motif kotak-kotak. Dan pria di sebelah kiri kak Arung berpenampilan minimalis dengan celana boxer dan kaos warna abu – abu. yang keren dari orang itu adalah gaya rambutnya yang mirip para model laki-laki di iklan krim penata rambut.
“ Sia..pa?” kata – kataku agak terbata-bata. Aku hanya ingin kak Arung menjawab tanpa kutanya lebih dulu.
“ Teman – temanku…mm…ini Gema dan yang sebelah kananku Biru,” kak Arung juga agak terbata – bata menjawab pertanyaan sederhanaku. Aku berpandangan lagi dengan Ragil. Kali ini cara pandangku penuh Tanya dan diliputi rasa penasaran.
“ Mm…meraka tinggal di sini. Mm…maksudku sekarang KAU dan kami bertiga tinggal di sini,” penjelasan kakakku semakin membingungkan. Di pikiranku sekarang, mereka bertiga, Ragil, Gema, Biru dan kakakku dari awal memang sudah tinggal bersama. Tak bias kupikirkan aku hidup selama bertahun-tahun dengan orang-orang yang tak kukenal. Mungkin dari mereka berempat aku hanya tau kakakku, itupun kami sudah lama tak bertemu.
“ AKU? Maksud kakak AKU??!” Sebelum aku lebih terkejut lagi, kulihat Biru memberikan segelas orange jus padaku. Masih bingung untukku mengerti. Kenapa jadi seperti ini? Tanpa terkomando aku membalikkan badan dan menuju pintu keluar.
“ WEEITTSS….!!!!” Kak Arung ada di hadapanku sekarang dan membentangkan tangannya. Aku tau dia tak ingin aku pergi dari rumah ini. Tapi yang lebih ku ketahui dia pasti tak ingin aku membawa kabar ini pulang dan membuat ayah mengemasi semua barang-barang kak Arung.
“ Ayah tau?” tanyaku singkat. Tapi, kakakku hanya mengangkat bahunya dan berarti memang ayah tak pernah tau masalah ini. Bertahun-tahun kakak kuliah di Bandung tapi ternyata tak banyak yang aku, ayah, dan ibu ketahui.
“ Bi…dengar dulu. Ini tuh nggak seperti yang kamu pikir,” jelasnya sambil meraih bahuku.
“ Lantas kakak pengen aku mikir seperti apa?!!” aku menatap lekat-lekat mata kak Arung. Dia kemudian berpaling.
“ Oke!!aku kasih waktu satu bulan percobaan, deh! kalau sampai aku nemuin hal – hal aneh sama temen – temen kakak, aku bakal langsung cerita sama ayah. Gimana ?” Aku melihat kakakku dan tiga temannya berpandangan satu sama lain. Eh bodo amat aku bakal mengubah pemikirankku tadi. Bagaimanapun juga aku udah mirip gadis di sarang penyamun kalau hidup sama beberapa pria di satu rumah.
“ Baiklah adeeeekkkuuu….” Kak Arung merayuku, merangkul pundakku. Uhh… mirip anak kucing minta makan. Cowok yang bernama Biru tiba – tiba menawariku mau makan apa. Waaahhh…kok jadi dimanja – manja begini ya? Ya sudahlah nggak apa - apa, toh malah enak, hehehe…. Aku jadi geli sendiri. Aku naik ke lantai atas, tempat kamarku berada. Waahhh kaget rasanya pas tau desain kamarku tuh muaniiisss buangeett…. Di belakangku ada kakakku yang menjelaskan beberapa ruangan di rumah itu. Ragil, teman kakak juga, masih setia membawakan tas dan barang – barangku.
“ Siapa yang desain kamarku, kak?” aku menarik lengan kak Arung agar dia fokus pada pertanyaanku.
“ Ohh…tuh Ragil. Di mah agak – agak cewek di jam – jam tertentu. Makanya dia yang desain semua ini,” jawab kakakku sembari membantu Ragil menata barang – barangku. Mendengar jawaban kakak, aku lantas melempar pandanganku ke Ragil. Mataku seolah bertanya, apa iya?
“ Halaaahhh….Ragil tuh jangan dipandang – pandang gitu, Bi. Ke-GR-an loh nanti. Nih non, udah beres barangnya. Istirahat aja dulu mumpung Biru lagi masak,” jelas kak Arung. Aku nggak terlalu memperhatikan kata – kata kakakku barusan. Mataku liar menatap beberapa sudut ruangan kamarku. KEREN, batinku. Posisi ranjang, meja kecil, lemari, dan hiasan dindingnya manis banget. Ya aneh aja, ternyata penghuni rumah ini yang semua cowok tapi ada juga yang mikir so cute kayak gini. Langit kamarku benar – benar dibuat seperti langit di musim panas, tapi anehnya ada hiasan bintang – bintang yang menggantung.
“ Kalau gelap, bintang – bintang itu bakal bersinar,” Ragil tiba – tiba nyeletuk seolah tau aku sedang penasaran dengan gantungan bintang itu.
“ Ohh ya, makasih karena udah menata kamarku sebagus ini,” aku tersenyum. Kemudian Ragil, cowok berkacamata dengan postur badan sedang itu melangkah keluar kamarku.

* * *
Aku memilih berdiam di kamarku dan menghabiskan hariku sejak kedatanganku ke Bandung. Bisa kutebak orang – orang di luar sana termasuk kakakku pasti punya cara sendiri buat menghabiskan hari – hari mereka dengan malas – malasan. Maklumlah lelaki, pikirku. Ehh!!! Tiba – tiba aku jadi sadar diri, kalau aku juga malas – malasan dari beberapa jam lalu. Aku memutuskan untuk mengguyur badanku yang kayak ditempelin keringat abadi. Jelas saja, setelah menempuh perjalan jauh, aku malah tidur lama banget.
Tak berapa lama, akhirnya aku merasa lebih baik. Tapi ada yang tidak baik, saat aku lihat salah satu teman kak Arung ada tepat di depan pintu kamar mandi.
“WOOOAAAA….!!!! Gila aja!! Apaan, Sih??!!” Spontan beberapa penghuni rumah berlari ke kamarku.
“ Ada apaan, Bi?” aku melihat kak Arung dan salah satu temannya, Biru.
“ Ini lohh….” Aku menunjuk Gema, teman kakak juga. Mukanya tiba – tiba aneh. Tapi bukan aneh karena takut atau menyesal, mm… mirip orang kebelet.
“ Bentar…kamu boleh marah deh, Bi. Tapi, bentar yaa, keburu cipirit nih,” Gema langsung masuk kamar mandi. Aku, kak Arung, dan Biru mukanya jadi super blo`on. Ditambah lagi Ragil tiba – tiba masuk kamar dengan muka panik, dia tanya ada apa. Tapi semua kebingungannya hanya terjawab dengan suara “terompet nyaring” dari arah kamar mandi.
“ Jorok, ya?” Ragil hanya berkata seperti itu dengan nada suara pelan dan sangat lugu. Ditambah lagi anggukan Biru. Walaupun dari luar aku nampak biasa saja, tapi jujur dalam hati aku tertawa. Mungkin, hari – hariku bakal jadi menyenangkan dengan keberadaan mereka.
Malam itu aku dan empat cowok aneh kumpul di ruang tengah. Aku sih konsentrasi nonton sinetron sama Biru. Lama-lama aku ngerasa Biru ini mirip ibu rumah tangga. Selain pinter masak, dia juga paling suka buat cemilan termasuk kue kering. Tapi kalau dilihat – lihat dia juga bukan waria. Dunia memang sudah menelurkan orang – orang yang aneh.
“ Eh aku berangkat dulu ya?” Tiba – tiba Ragil pamit keluar.
“ Loh mau kemana?” aku reflek bertanya.
“ Aduh, Non. Nggak usah khawatir gitu ah, Ragil kan cowok, nggak akan diperkosa orang,” Gema menggodaku. Yang lainnya spontan tertawa dengan kata – kata Gema. Aku melihat Ragil hanya tersenyum, bahkan giginya juga nggak kelihatan pas senyum.
“ Siapa juga yang khawatir,” aku mencibir pada para pria di sekitarku.
“ Ya sudah ya, Non. Nanti tidurnya jangan malam – malam. Ingat, besok sudah mulai kuliah,” kak Arung beranjak dari sofanya, di susul Gema. Kok pada pergi semua? batinku.
“ Bir, kamu jatah jagain adek aku dulu, ya?” mereka melempar pandang dan tersenyum aneh. Aku jadi ngerasa aneh.
“Nggak usah terlalu serius, Bi. Wajar cowok maen malam. Ya, kan?” Biru menasehatiku. Aku jadi semakin merasa aneh dengan tingkah orang – orang di rumah ini. Aku hanya diam dan mengalihkan pembicaraan ke sinetron yang sedang kami tonton.
“ Biru orang mana sih?! Boleh tau nggak?” tanyaku sambil memasukan kue ke mulutku.
“ Aku asal Yogya. Kenapa? Pernah ke Yogya juga?” tanyanya. Sekarang dia beranjak mengambil air minum di meja TV kemudian menyodoriku sestoples kue putri salju.
“ Pernah beberapa kali, kebetulan nenekku orang sana. Oh yaa…pernah ke plaza deket sana nggak? Aku kalau ke Yogya aku pasti mampir,” kataku sembari mengganti channel TV.
“ Wah Non, jangan diganti dulu tau. Ahh… nggak ngerti film bagus aja,” aku ketawa geli karena melihat ulah Biru. Dia mirip anak – anak kehilangan mainannya.
“ Ya bentar. Lagi iklan tuh!” aku membela ulahku sendiri.
“ Eh apa tadi? Plaza Ambarukmo itu kah?” Rumahku nggak jauh dari situ kok, paling cuma tiga kilometer ke arah barat,” jelasnya dan kembali menyerobot remote TV. Biru melanjutkan. Aku kemudian memperhatikan wajah Biru dengan seksama dan aku berpikir tampaknya tak ada yang salah dari dia, tapi kok aku aneh ya sama tingkahnya. Dia menangkap mataku tiba – tiba.
“ Kenapa, jeng? Aku gantengkah?” candanya sambil memasukan kue salju ke mulutku. Huh, pikirku! Aku melempar bantal sofa persis di muka Biru sebagai bentuk respon dari candanya barusan. Aku bangkit dan menuju ke kamar. Tak lama aku nyaman dengan lagu – lagu Kelly Clarkson. Wow kereeennn…!!! Yah inilah kebiasaanku. Sebelum tidur memang sudah menjadi hobi buat dengerin musik dulu. Besok bakal jadi hari baruku di kampus dan pastinya dengan kisah – kisah baru bersama orang – orang “aneh” di sekitarku.

* * *
Aku bangun pagi – pagi sekali saat itu. Kuambil handuk kecil dan berjalan ke taman belakang untuk sejenak berolahraga. Huaaahhh…..sejuk banget udara pagi di Bandung, pikirku.
“ Suka olahraga juga?” tanya seseorang padaku. Awalnya aku nggak hapal suara itu, makanya aku segera menengok ke belakang.
“Oh…mm…pagi, Gil,” jawabku sok innocent. Aku bisa melihat dia juga hanya pakai kaos tanpa lengan dan celana santai sebatas lutut. Dia lari di tempat tepat di sampingku. Dia mengatakan padaku kalau dia juga suka olah raga. Mataku tak hanya ke gaya pakaiannya tapi juga kea rah benda yang dia sedang ia bawa.
“Oh…suka olahraga juga? Tapi agak aneh aja siihh….” Kata – kataku agak menyindir. Awalnya Ragil bingung dan tak mengerti maksudku. Tapi, memang dia paling telat mikir diantara cowok yang ada di rumah ini, batinku.
“Aduuuhhhhh….ituuuu looooohh…masak lari di tempat sambil pegang mug isi susu coklat gituuuuu…” kataku sambil mencibir. Dia jadi berlaku aneh dan separuh agak gugup.
To be continue…. .

Rabu, 09 Januari 2008

WahYu HidayAti

hi is my...

I need your comment

this is me...

Daftar Blog Saya

Arsip Blog

AboUt Me

Namaku Bias ( part 1 )

ManA hal yaNg paLing meMalukan Dalam HidUPmu?

FilM KereN AsiA

Rabu, 09 Januari 2008

WahYu HidayAti

hi is my...

I need your comment

Let`s see...

this is me...

Daftar Blog Saya

Arsip Blog

AboUt Me

Namaku Bias ( part 1 )

ManA hal yaNg paLing meMalukan Dalam HidUPmu?

FilM KereN AsiA